Mendorong Reformasi Anggaran: Akademisi dan Aktivis Bongkar Celah Penyalahgunaan APBD di Forum UNAS

Jakarta – Mahasiswa Program Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Nasional (UNAS) menggelar seminar nasional bertema “Politik Anggaran di Indonesia: Antara Desentralisasi Fiskal dan Kepentingan Politik Lokal”. Acara ini diadakan pada Rabu, 30 Juli 2025, di Exhibition Room UNAS dan bertujuan untuk membongkar celah penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta mendorong reformasi anggaran.

Seminar ini menghadirkan tiga narasumber strategis dari berbagai latar belakang, yaitu:

  • Gulfino Guevarrato, S.H. dari Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA).
  • Dr. Mohammad Abdul Mukhyi, SE., MM., C.SMT., seorang praktisi dan dosen ekonomi.
  • Mochdar Soleman, S.IP., M.Si., dosen Ilmu Politik UNAS.

Acara yang dipandu oleh dosen muda FISIP UNAS ini juga dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, seperti Guru Besar Ilmu Politik UNAS, Prof. Dr. Adv. Drs. Ganjar Razuni, S.H., M.Si.; Presiden Gerakan Pemuda (GP) Nuku, Djusman Hi Usman; serta Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Golkar, Andri Santosa.

Dalam paparannya, Gulfino Guevarrato dari Seknas FITRA menyoroti fakta lapangan bahwa APBD sering disalahgunakan sebagai alat transaksi politik. Ia menjelaskan, penyusunan anggaran kerap dikendalikan oleh kepentingan politik jangka pendek, seperti melalui mekanisme pokok-pokok pikiran (Pokir) DPRD yang seringkali tidak berbasis kebutuhan rakyat. “APBD hari ini bukan sekadar soal fiskal, tapi juga soal siapa yang paling kuat secara politik,” tegas Gulfino. Ia memaparkan skema penyalahgunaan APBD mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pelaporan.

Dari sisi teknokratis, Dr. Mohammad Abdul Mukhyi menekankan perlunya reformasi mekanisme anggaran untuk meningkatkan responsivitas fiskal. Menurutnya, masih banyak daerah yang lemah dalam hal ini akibat ketidaksinkronan antara perencanaan dan pelaksanaan, rendahnya kapasitas sumber daya manusia (SDM), dan minimnya integrasi teknologi. Ia mendorong penguatan Musrenbang, integrasi sistem informasi seperti Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD), serta penyusunan anggaran berbasis data (evidence-based budgeting) agar anggaran benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat.

Sementara itu, Mochdar Soleman dari perspektif politik menegaskan bahwa politik anggaran adalah cerminan sistem politik di Indonesia. Menurutnya, ketika sistem politik lokal dikuasai oleh elite dan oligarki, APBD pun menjadi alat untuk mengonsolidasikan kekuasaan, bukan alat untuk mendistribusikan keadilan. “Politik anggaran kita belum berpihak kepada yang lemah. Ia berpihak pada siapa yang punya suara, uang, dan jaringan kekuasaan,” ujarnya.

Seminar ini menghasilkan sejumlah rekomendasi kebijakan yang akan disampaikan kepada pemerintah daerah, legislatif, dan kementerian terkait. Salah satu rekomendasi utama adalah reformasi sistem Pokir DPRD agar menjadi sistem yang berbasis data dan musyawarah, bukan sekadar kepentingan politik.

Penulis: SAWAL SANANGKAEditor: SNF

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *