JAKARTA – Meskipun PT Kereta Api Indonesia (Persero) mencatatkan laba sebesar Rp1,18 triliun pada semester I 2025, capaian ini disoroti oleh Komisi VI DPR RI karena adanya beban utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh). Proyek ini dinilai membayangi kinerja keuangan KAI dan BUMN lainnya.
Ketua Komisi VI, Anggia Ermarini, meminta KAI untuk merinci langkah restrukturisasi utang karena proyek ini telah mengikis laba perusahaan. “Kereta api sebenarnya tinggi, bisa laba. Karena punya Whoosh jadi akhirnya defisit,” kata Anggia.
Anggota Komisi VI, Darmadi Durianto, juga menyampaikan kekhawatirannya. Ia memproyeksikan beban keuangan KAI dari proyek Whoosh bisa mencapai lebih dari Rp4 triliun pada 2025. Hingga paruh pertama 2025, beban KAI sudah mencapai Rp1,2 triliun, di mana Rp950 miliar di antaranya berasal dari kontribusi KAI pada proyek Whoosh.
Darmadi memperkirakan utang KAI bisa melonjak hingga Rp6 triliun pada 2026 jika tidak segera ditangani, yang berpotensi menyeret anak perusahaan lain yang seharusnya menguntungkan.
Rieke Diah Pitaloka, anggota Komisi VI lainnya, mengungkapkan bahwa sejak awal 2025, KAI telah menyuntikkan modal Rp7,7 triliun ke PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), induk konsorsium proyek. Proyek senilai US$7,2 miliar (sekitar Rp116 triliun) ini tercatat merugi Rp1,65 triliun pada semester I-2025.
Direktur Utama KAI, Bobby Rasyidin, mengakui kekhawatiran ini dan menyebut utang Whoosh sebagai “bom waktu.” Ia menyatakan akan berkoordinasi dengan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) untuk mencari solusi.
COO Danantara, Dony Oskaria, menambahkan bahwa berbagai opsi sedang dikaji untuk menyelesaikan masalah utang dan memastikan kinerja KAI tidak terganggu di masa depan.












