JAKARTA – Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh yang digagas era Presiden Joko Widodo mulai menunjukkan dampak finansial yang serius bagi sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Proyek ambisius ini telah membuat beberapa BUMN mengalami kerugian besar.
Proyek yang awalnya diperkirakan menelan biaya Rp86,67 triliun ini membengkak menjadi Rp112 triliun. Audit bersama Indonesia dan Tiongkok mengonfirmasi adanya cost overrun sekitar Rp18 triliun. Meskipun sebagian besar dana berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB), kini Whoosh mencatat kerugian operasional yang signifikan.
PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), perusahaan patungan yang membawahi konsorsium BUMN, mencatat kerugian bersih Rp4,195 triliun pada 2024 dan berlanjut hingga Rp1,625 triliun pada pertengahan 2025. Kerugian terbesar ditanggung oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero), yang memiliki 58,53% saham PSBI. KAI kehilangan Rp2,23 triliun pada 2024 dan kerugiannya bertambah Rp951,48 miliar pada semester I 2025.
Kondisi ini membuat keuangan KAI yang merupakan tulang punggung transportasi kereta nasional ikut terguncang, terbebani oleh utang dan biaya operasional.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah tengah mencari jalan keluar. Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) sedang menyiapkan skema restrukturisasi utang. CEO BPI Danantara, Rosan Roeslani, mengatakan evaluasi menyeluruh sedang dilakukan untuk menemukan solusi yang berkelanjutan, bukan sekadar menunda masalah.












