DISKUSI SEJARAH MOJOWARNO JOMBANG BERSAMA PENULIS BUKU SEJARAH WIRYO WIDIANTO

Jombang, salamolahraga–Peradaban suatu bangsa tergantung dari perkembangan suatu budayanya, para Antropolog menggunakan kata “peradaban” dan “masyarakat beradab” untuk membedakan masyarakat yang mereka anggap lebih unggul secara budaya dengan kelompok masyarakat lain yang dianggap lebih rendah secara budaya.

Dengan mengenalkan sejarah kepada kaum muda maka akan merangsang untuk mencintai kebudayaannya yang notabene akan menjaga dan menghargai budayanya.

“Kaum muda diharapkan dapat mengerti sejarah daerahnya, dengan demikian mereka dapat memelihara budaya yang ada di daerah tersebut” Kata Wiryo Widianto seorang penulis buku dan pemerhati sejarah saat ditemui jurnalis salamolahraga.com.

FOTO: Penulis buku sejarah.
FOTO: Penulis buku sejarah.

Ditengah diskusi sejarah bersama pemuda dan pemudi GKJW (Gereja Kristen Jawi Wetan) Pada hari Sabtu (25/11/2023) “Dengan mempelajari sejarah suatu daerah maka kita dapat lebih menghargai para leluhur yang membabad (membuka) daerah tersebut, dan dapat melestarikan segala peninggalannya baik itu peninggalan yang berupa benda maupun non benda” lanjut mas Wiwid panggilan akrab Wiryo Widianto.

“Salah satu sejarah daerah yang kita bahas saat ini adalah Mojowarno, dimana mayoritas penduduknya adalah beragama Kristen diantara kecamatan di kabupaten Jombang yang dijuluki kota Santri.

FOTO: Karolus Wiryoguno.
FOTO: Karolus Wiryoguno.

Menurut sejarah Mojowarno dibuka oleh Karolus Wiryoguno, dalam perkembangananya daerah ini menjadi pusat perkabaran Kristen dengan didirikannya Pendidikan sekolah penginjilan yang diinisiasi oleh pendeta J.E Jellesma dari utusan NZG (Nederlands Zendelings Genootschap) pada tahun 1852, dan dibantu oleh Paulus Tosari yang merupakan penduduk asli Jawa”. Ungkap Wiwid yang merupakan penulis buku riwayat hidup J.E Jellesma.

“Peninggalan sejarah yang masih dapat kita lihat di Mojowarno saat ini seperti bangunan gereja, rumah sakit, makam para pelaku sejarah serta warisan non benda seperti tradisi riyaya unduh-unduh, kebetan, dan keleman.

Semua peninggalan sejarah itu akan tetap terpelihara jika kita mau mengenalkan kepada para kaum muda saat ini”. Harapan Wiwid di akhir diskusi bersama pemuda dan pemudi dari GKJW Mojowarno dan Ngoro.

Menurut Soni salah satu peserta diskusi mengatakan bahwa diskusi seperti ini perlu sering dilakukan supaya akar budaya yang telah ada tidak hilang tergerus jaman dan supaya para kaum muda tetap menghargai sejarah serta memelihara peninggalannya. Sementara itu menurut Tika peserta yang lain menyampaikan terima kasih kepada Wiryo Widianto yang telah membuka wawasan pengetahuannya tentang sejarah Mojowarno.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *