Awas Bahaya Hoaks di Era Digitalisasi Paska Pemilu

Bandung – Walaupun perhelatan pemilu 2024 sudah usai, namun ruang digital kita tak lepas dari penyebaran hoaks. Persebaran tersebut dapat membuat masyarakat semakin mengalami disinformasi dan menjadi bingung.

Informasi mulai dari kecurangan dalam penyelenggaraan pemilu, intervensi aparat, pemilu yang sudah ditentukan hasilnya, hingga ke sistem sirekap kpu yang kacau.

Informasi-informasi tersebut sampai ke masyarakat dan tidak semuanya memiliki kebenaran sesuai kenyataan, tapi sudah bercampur dengan hoaks.

Informasi-informasi hoaks tersebut sebagian besar masih terdistribusi melalui platform digital seperti platform Facebook, platform X, Instagram, TikTok, Snack Video dan Youtube.

“Penyebaran hoaks di masyarakat memang sebagian besar dilakukan melalui platform digital. Itu karena tren gen Z banyak menggunakan flatform tersebut,” ujar Direktur Medialink Ahmad Faisol di Bandung, 24 Februari 2024.

Faisol menegaskan bahwa butuh keseriusan untuk melawan hoaks di masyarakat. Keseriusan itu harus dilakukan oleh semua pihak seperti masyarakat sendiri dan negara. Tanpa keseriusan, sulit kemungkinan kita bisa melakukan perlawanan terhadap penyebaran hoaks.

Faisol melihat keseriusan itu misalnya dengan cara memberikan pengetahuan praktis kepada masyarakat bagaimana cara membedakan informasi valid dan hoaks, bagaimana melakukan inventarisir informasi hingga bagaimana cara melakukan counternya.

Sementara untuk pemerintah, menurut Faisol sebenarnya tidak terlalu sulit dalam melakukan perlawanan terhadap maraknya hoaks. Mereka memiliki kewenangan dan regulasi yang bisa dengan mudah melakukan kebijakan seperti mentake down informasi-informasi yang dianggap hoaks dan merusak masyarakat.

“Untuk menciptakan masyarakat yang kuat dan sadar informasi, kita butuh ruang digital yang aman dan sehat,” tegas Faisol.

Melalui cara-cara seperti itu, dirinya berharap agar masyarakat bisa memilah-milah dan membiasakan diri agar tidak mudah percaya pada berita-berita yang tidak jelas arahnya.

Senada dengan Ahmad Faisol, Puji F. Susanti peneliti Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) melihat bahwa gerakan anti-hoaks masih dibutuhkan masyarakat.

Gerakan anti hoaks sendiri di Indonesia sudah dilakukan sejak tahun 2016, dengan melakukan edukasi di masyarakat.

“2016 kita sudah fokus memperluas jaringan dan literasi ke masyarakat untuk sadar informasi,” ujar Puji.

Hingga sekarang, gerakan ini melibatkan banyak pihak sehingga ada harapan untuk membentuk masyarakat sadar informasi di Indonesia.

“Kita berterima kasih banyak kepada Medialink yang juga concern di isu yang sama, sehingga menambah semangat dan harapan kita,” lanjut Puji.

Penulis: AMAD MAMURIEditor: SNF

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *