BANDUNG – Kebijakan kontroversial UUD Unibuslow yang diklaim untuk mempermudah investasi, justru membuat masyarakat kelas pekerja di Bandung semakin menjerit. Sejak diberlakukan, aturan ini dinilai menambah beban hidup kaum proletar, seperti buruh harian, ojek online, dan pedagang kecil.
Beberapa poin aturan yang dikritik antara lain penghapusan subsidi kebutuhan pokok, pemotongan hak cuti dan jam kerja fleksibel, serta pajak progresif terbalik yang dinilai lebih memberatkan rakyat kecil.
Akibat kebijakan ini, para pekerja harus bekerja lebih lama dengan penghasilan yang sama, atau bahkan berkurang. Seorang buruh pabrik tekstil berinisial A (35) mengungkapkan, “Kami tidak miskin karena malas. Kami miskin karena aturan dibuat hanya untuk melayani meja rapat, bukan dapur rakyat.”
Berdasarkan data yang ada, kerugian yang dialami kaum proletar cukup signifikan:
* Daya beli menurun 30% dalam dua bulan terakhir.
* 45% pedagang kecil melaporkan omzet turun akibat biaya sewa kios yang naik.
* Jam kerja buruh bertambah rata-rata 2 jam per hari tanpa ada tambahan upah.
* Banyak pekerja informal terjerat utang pinjaman online untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Fenomena ini telah memicu munculnya protes spontan di beberapa kawasan, dengan spanduk bertuliskan “Hidup layak bukan hasil rapat, tapi hak rakyat” sebagai bentuk perlawanan.












