Koperasi simpan pinjam berbasis syariah, BMT BUS, yang beralamat di Jalan Wolter Monginsidi No. 88, Semarang, tengah menjadi sorotan publik. Pasalnya, koperasi ini diduga kuat menggelapkan dana nasabah dengan total kerugian yang ditaksir hampir mencapai Rp7 miliar. Namun hingga kini, belum ada langkah hukum tegas yang dilakukan oleh aparat penegak hukum maupun instansi pengawas terkait.
Kekecewaan dan kemarahan mulai membuncah dari para nasabah yang merasa ditelantarkan. BMT BUS, yang selama ini menjanjikan pengelolaan dana secara syariah, justru diduga menjadi tempat praktik penyalahgunaan dana masyarakat kecil. Uang deposito yang ditabung selama bertahun-tahun raib tanpa kejelasan.
Lebih memprihatinkan lagi, aparat penegak hukum hingga kini belum menunjukkan langkah konkret. Dinas Koperasi disebut hanya melakukan pemantauan tanpa tindakan nyata. Sementara otoritas pengawas keuangan tak kunjung bersuara.
“Ini bukan sekadar penggelapan, ini adalah pengkhianatan terhadap kepercayaan masyarakat. Apakah hukum tidak lagi berlaku untuk pelaku penipuan berkedok koperasi?” kata salah satu korban yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Banyak pihak mulai menduga adanya perlindungan sistemik terhadap oknum pengurus BMT BUS. Publik pun bertanya-tanya: mengapa kasus sebesar ini seolah dibiarkan? Apakah ada kekuatan besar di balik diamnya penegak hukum?
Atas kejadian ini, masyarakat dan para korban menuntut:
1. Segera dilakukan pemeriksaan dan penahanan terhadap pengurus BMT BUS yang diduga bertanggung jawab.
2. Dilakukan audit forensik oleh lembaga independen untuk menelusuri aliran dana.
3. Pernyataan resmi dan terbuka dari pihak kepolisian serta Dinas Koperasi Provinsi Jawa Tengah.