Isu nepotisme mulai mencuat dalam pembentukan kepengurusan Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih. Sejumlah informasi yang beredar di masyarakat menyoroti adanya dugaan praktik pengangkatan pengurus berdasarkan hubungan kekerabatan, bukan pada kompetensi dan kapasitas.
Kondisi ini dinilai berpotensi mengganggu efektivitas program serta keberhasilan pengelolaan koperasi di tingkat desa.
Beberapa poin krusial terkait dugaan praktik nepotisme yang menjadi sorotan antara lain:
-
Pengurus Tidak Kompeten
Pengisian jabatan dalam koperasi oleh individu yang tidak memiliki keahlian dan pengalaman di bidang pengelolaan koperasi dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap kinerja dan tata kelola koperasi secara keseluruhan. -
Minimnya Partisipasi Masyarakat
Pengangkatan pengurus tanpa melibatkan masyarakat berpotensi menimbulkan ketidakpercayaan publik. Masyarakat merasa tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, sehingga manfaat keberadaan koperasi menjadi tidak optimal. -
Potensi Korupsi
Hubungan kekerabatan dalam struktur kepengurusan dinilai membuka celah terjadinya penyimpangan dana. Minimnya sistem pengawasan dan akuntabilitas dapat memicu praktik korupsi dalam tubuh koperasi. -
Kurangnya Profesionalisme
Pengurus yang dipilih karena kedekatan hubungan pribadi dikhawatirkan lebih mengutamakan kepentingan kelompok tertentu daripada kepentingan bersama, sehingga menggerus profesionalisme dalam pengelolaan koperasi. -
Ketergantungan pada Bantuan Eksternal
Ketergantungan koperasi pada sumber pendanaan dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) tanpa ada upaya untuk menciptakan kemandirian usaha dinilai dapat menyebabkan stagnasi bahkan kredit macet.
Menanggapi kondisi tersebut, sejumlah pihak mendesak pemerintah pusat dan daerah agar segera mengambil langkah antisipatif untuk meminimalkan risiko nepotisme dalam pembentukan kepengurusan Kopdes. Transparansi, akuntabilitas, serta keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pemilihan pengurus dinilai menjadi kunci untuk menjaga integritas dan keberlanjutan koperasi.