Sistem zonasi yang akhir-akhir ini hangat dibicarakan dan menjadi trending tropic dalam dunia pendidikan ketika menjelang pendaftaran siswa baru. Sistem ini tak ubahnya seperti dua sisi mata uang, ada yang merasa diuntungkan, ada juga yang merasa dirugikan. Hasil survei dari tim salamolahraga.com (2/7/2024) mengenai pro dan kontra sistem ini dari berbagai sudut pandang menarik untuk diulas. Sistem yang mulai diterapkan tahun 2017 oleh menteri pendidikan dan kebudayaan Bapak Muhajir Efendi itu mengadopsi PPDB ala negara barat.
Ada yang setuju dengan berbagai alasan, ada juga yang tidak setuju dengan alasannya juga, ada yang “Fifty-Fifty” artinya setuju juga tidak setuju.
Menurut Ibu Nurul Lailiyah,S,Pd guru yang mengajar di Madrasah Aliyah Unggulan Darul Ulum ini menyatakan setuju sistem zonasi diterapkan.
“Sistem zonasi memang banyak terjadi pro dan kontra, sistem zonasi ada kelebihan dan juga ada kekurangannya. Kalau saya setuju dengan adanya sistem zonasi, terlebih saya kan ngajar di daerah pondok yang itu juga mayoritas anak luar kota bahkan luar Jawa tetapi mereka akan tinggal di asrama yang otomatis jaraknya kurang dari 1 km.,nah kalau secara umum saya setuju karena siswa akan lebih dekat dengan sekolahnya dan akan mudah beradaptasi dengan lingkungannya,” jelasnya.
Setali tiga uang dengan Ibu Nurul Lailiyah, pendapat dari Fauziah Ramadhani seorang mahasiswa tingkat akhir Universitas Pembangunan Nasional Surabaya ini juga menyatakan kesetujuannya. Gadis berwajah oriental itu mengemukakan alasan karena dengan sistem zonasi terbukti bisa membantu pemerataan siswa di semua sekolah. Dengan zonasi siswa dan orangtua mau tidak mau harus memilih sekolah yang berada di zonanya, kalau dulu sebelum ada zonasi mereka bisa dengan bebas memilih sekolah sesuai dengan stigma masyarakat (sekolah dengan predikat paling bagus dan unggul yang ada di kota tersebut) tetapi dengan sistem zonasi sekarang, hal tersebut kurang berlaku lagi, karena lolos tidaknya anak tersebut, sekarang berdasarkan zona tempat tinggal masing-masing dari mereka, hal itu yang membuat pemerataan siswa di seluruh sekolah-sekolah.
Lain halnya dengan Cak Saiful Habib aktifis NU online Jombang. Pria yang akrab disapa Gus Ipul ini menyatakan zonasi itu pasti ada tujuan, diantaranya tentang pemerataan dan penguatan dunia pendidikan. Tapi seyogyanya kebijakan itu benar-benar dipertimbangkan terkait kondisi nyata. Selain itu harus dibarengi penunjang kebijakan yang baik seperti peningkatan sarana prasarana dan guru secara berkeadilan, serta aturan yang kuat.
Senada dengan Gus Ipul, komentar Ibu Lusi Kurniawati,S.Pd, guru yang mengajar di SMPN Tembelang dan juga SMP Unggulan Ar-rohmah ini mengatakan bahwa sistem zonasi memiliki dampak positif dan juga negatif, diantara dampak positifnya, sekolah swasta bisa mendapatkan murid lebih banyak dari sebelumnya, sedang dampak negatifnya itu sekolah negeri dulu fokus dihuni siswa/siswi yang pintar-pintar, kalau sistem zonasi siswa/siswi minim yang pintar.
Berbeda lagi pendapat yang diutarakan oleh aktifis dunia pendidikan Jombang, Nisak Umi Nazikhah, S,pd. alumnus Universitas Hasyim Asy’ari ini menyatakan kekurangsetujuannya karena sistem ini dapat mengakibatkan kesenjangan pendidikan antar daerah yang berbeda, serta membatasi pilihan sekolah bagi siswa yang tinggal di zona-zona dengan sekolah yang kurang berkualitas.
Pendapat tersebut juga dikuatkan oleh Lailatul Arum, salah seorang wali murid. Dia menuturkan bahwa pendidikan itu penting buat masa depan, apalagi sekolah yang punya tunjangan pendidikan dan jejak karier akreditasi A, pasti banyak yang ngincar. Kalau sistem zonasi diteruskan kasihan warga yang rumahnya jauh dari sekolah. Pendapat wanita yang akrab disapa Mbak Lala ini mungkin dapat mewakili kebanyakan curahan isi hati wali murid yang lain.
Apapun sistem pendidikannya, siapapun menteri pendidikannya, semoga kedepan pendidikan di Indonesia bisa dinikmati oleh segala bangsa, seperti halnya termaktub dalam UUD Pasal 31 Ayat (1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak.


 
							










