BANDUNG — Sekitar 1.510 eks karyawan PT Matahari Sentosa Jaya (MSJ) diwakili oleh 50 orang, didampingi Kuasa Hukum Fredy Panggabean, S.H., M.H., menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan Riau, pada Senin (20/10/2025). Massa menuntut keadilan terkait pembayaran hak pesangon mereka yang sudah tertunda selama tujuh tahun.
Para eks karyawan menuntut transparansi dari Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Cimahi mengenai penjualan aset pabrik. Aset berupa 26 sertifikat yang merupakan sita bersama untuk buruh diumumkan telah terjual sekitar Rp28 miliar pada September 2024. Namun, proses pembongkaran pabrik seluas 11 hektar tersebut sudah dilakukan sejak Oktober 2024.
Kuasa Hukum eks karyawan, Fredy Panggabean, mengungkapkan bahwa seluruh aset pabrik, termasuk mesin dan bangunan, kini sudah rata dengan tanah, namun hak pesangon karyawan belum terpenuhi.
“Kami menanyakan transparansi dari SPSI Cimahi, ke mana itu larinya uang yang dari aset 26 sertifikat hak sita bersamaan untuk buruh. Pihak SPSI tidak transparan sama sekali,” tegas Fredy.
Ketika ditanyakan kepada Ketua SPSI Cimahi, Ikin Kusmawan, dan Kuasa Hukumnya, Pepet Syaeful Karim, mengenai hasil penjualan aset, mereka disebut hanya menjawab uang tersebut sudah habis.
Sidang Berulang Kali Gagal
Menurut perwakilan eks karyawan, mereka sudah tiga kali mendatangi PN Bandung, dan sidang perkara ini telah enam kali gagal digelar karena pihak tergugat sering tidak hadir. Mereka menegaskan tidak akan berhenti memperjuangkan hak pesangon sebesar $\pm$ Rp79 miliar yang seharusnya dibayarkan kepada 1.510 orang.
Menghadapi kebuntuan ini, para eks karyawan menaruh harapan besar kepada Gubernur Jawa Barat (KDM/Kang Dedi Mulyadi) agar turun tangan membantu mereka mendapatkan keadilan seadil-adilnya.
“Tolong Pak KDM bantu kami untuk mencari keadilan yang selama ini, yakni 7 tahun kami menunggu pesangon, hingga pabrik pun sudah hancur dan rata jadi tanah, akan tetapi hingga kini hak-hak kami sebagai karyawan belum terpenuhi,” pungkas perwakilan massa.













