Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Kefamenanu mendesak Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk segera menghentikan aktivitas pertambangan galian C ilegal di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Desakan ini disampaikan menyusul investigasi yang menemukan sejumlah perusahaan tambang beroperasi tanpa izin atau izinnya telah habis masa berlaku, mengakibatkan kerusakan lahan pertanian warga.
Menurut Marklindo Balibo, Presidium Gerakan Kemasyarakatan (Germas) PMKRI Kefamenanu, investigasi mengungkap beberapa perusahaan yang beroperasi di Desa Naiola, Kecamatan Bikomi Selatan, dan Desa Bijeli, Kecamatan Noemuti, TTU. Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain PT. Surya Rakyat Timor, PT. Naviri, PT. Karistin, PT. Gabriella, PT. Ramayana, PT. Kota Sari, dan PT. Pelita Buina. Dua perusahaan lainnya, PT. Karitas dan PT. Suri Karya Mandiri (SKM), izin operasionalnya telah berakhir.
“Aktivitas pertambangan ini sangat meresahkan dan merugikan masyarakat karena merusak lahan pertanian yang menjadi sumber penghidupan mereka,” tegas Balibo. Ia menilai, kerusakan ini terjadi akibat kelalaian Dinas Pertambangan Provinsi NTT dan UPT-KPH Kabupaten TTU yang dinilai tidak profesional dalam melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap perusahaan-perusahaan tersebut.
PMKRI Kefamenanu melalui Germas mendesak Kepala Dinas Pertambangan Provinsi NTT untuk segera mengevaluasi dan menghentikan operasi perusahaan-perusahaan tambang tersebut. Mereka juga meminta pertanggungjawaban atas kerusakan lahan pertanian dan mendesak dilakukannya pemulihan lahan yang telah rusak.
Balibo berharap Gubernur NTT yang baru dilantik memberikan perhatian serius terhadap masalah ini. Ia meminta Gubernur untuk menegur tegas Dinas Pertambangan Provinsi NTT agar meningkatkan pengawasan dan memastikan tidak ada lagi aktivitas pertambangan ilegal yang merusak lingkungan dan merugikan masyarakat. Hal ini penting untuk mencegah munculnya kecurigaan dan mosi tidak percaya masyarakat terhadap pemerintah.












