Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan penghapusan sistem kelas pada layanan BPJS Kesehatan akan tetap dilakukan. Sebagai gantinya, pemerintah akan menerapkan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang berlaku untuk seluruh peserta tanpa pengecualian.
Langkah ini, menurut Budi, dilakukan demi mengembalikan prinsip dasar asuransi sosial, yakni gotong royong dan kesetaraan.
“Jadi kita akan hilangkan definisi kelas. Karena kelas itu memberikan stigma dan membedakan orang tak mampu dan mampu. Itu melanggar prinsip equality,” kata Budi dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Senin (26/5/2025).
Budi mencontohkan bahwa seperti halnya dalam sistem pajak, setiap warga negara berhak atas fasilitas negara yang sama tanpa memandang besar kecilnya kontribusi.
“BPJS itu asuransi sosial. Sama seperti pajak, meski bayar berbeda-beda, hak warga tetap sama. Ini gotong royong. Yang mampu subsidi yang tidak mampu,” jelasnya.
Selama ini, peserta BPJS dibagi dalam kelas 1, 2, dan 3 yang berpengaruh terhadap kualitas fasilitas, termasuk jumlah pasien dalam satu kamar dan adanya kamar mandi pribadi. Namun melalui KRIS, semua peserta akan mendapatkan fasilitas standar yang sama, termasuk kamar mandi dalam.
“Harusnya semua orang berhak dapat kamar mandi di dalam kamar. Jangan yang miskin kamar mandinya di luar. Itu enggak adil,” tegas Budi.
Meski begitu, ia mengakui perubahan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan peserta kelas atas, seperti pekerja formal, yang merasa pelayanannya akan menurun. Pemerintah disebut tengah menyiapkan solusi agar pelayanan tetap optimal.
“Masalahnya sebagian pekerja formal yang dulu dapat layanan lebih bagus merasa turun. Itu yang harus kita pikirkan, supaya tidak muncul persepsi bahwa layanannya jadi jelek,” katanya.
Implementasi sistem KRIS dilakukan bertahap. Kementerian Kesehatan menargetkan seluruh fasilitas kesehatan bisa menyesuaikan diri sebelum aturan ini berlaku penuh pada 30 Juni 2025.












