JAKARTA – Praktik penerbitan dokumen kependudukan, seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK), dengan perubahan nama tanpa melalui penetapan Pengadilan Negeri (PN) menjadi sorotan tajam. Praktik yang dilakukan oleh beberapa kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) ini dinilai melanggar prinsip legalitas dan mencerminkan kekosongan pengawasan dalam sistem administrasi kependudukan (Adminduk).
Padahal, Pasal 52 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Adminduk secara tegas mewajibkan: “Perubahan nama hanya dapat dilakukan atas dasar penetapan pengadilan negeri.”
Pelanggaran Asas Legalitas dan Ultra Vires
Dalam kerangka hukum Adminduk, perubahan nama dikategorikan sebagai peristiwa penting yang menyentuh status hukum individu dan harus dicatat. Nama bukan sekadar identitas sosial, melainkan tanda pengenal hukum yang melekat pada seluruh dokumen resmi.
Secara normatif, kewenangan Disdukcapil dalam mencatat perubahan nama bersifat pasif, yaitu baru dapat bertindak setelah menerima salinan penetapan dari PN.
Praktisi hukum menilai, penerbitan dokumen kependudukan dengan nama baru tanpa penetapan PN merupakan tindakan ultra vires (melampaui kewenangan) yang dapat menyebabkan dokumen tersebut cacat hukum administratif.
“Perubahan nama yang dilakukan tanpa melalui mekanisme penetapan pengadilan negeri menimbulkan sejumlah implikasi hukum yang serius, baik terhadap keabsahan dokumen kependudukan maupun terhadap tanggung jawab pejabat yang memprosesnya,” demikian tertulis dalam laporan analisis, Senin (3/11/2025).
Implikasi Hukum dan Tuntutan Pengawasan
Ditemukannya kasus-kasus perubahan nama yang disetujui Disdukcapil tanpa proses yudisial menimbulkan kekacauan hukum. Kelalaian ini berpotensi menyebabkan perbedaan data antar dokumen yang dapat memicu sengketa hukum di masa depan, seperti dalam masalah pernikahan atau waris.
Selain cacat hukum pada dokumen, pejabat Disdukcapil yang menyetujui perubahan tanpa dasar penetapan pengadilan dapat dimintai pertanggungjawaban administratif bahkan pidana jabatan apabila tindakannya menimbulkan kerugian.
Untuk menutup celah tersebut, dibutuhkan langkah mendesak:
- Penegakan Disiplin Administratif: Terhadap pejabat pencatat sipil yang melanggar prosedur.
 - Sosialisasi Kewajiban Yudisial: Untuk memastikan semua pihak memahami bahwa perubahan identitas wajib melalui PN.
 - Sinergi Lembaga: Pengadilan Negeri diharapkan lebih aktif melakukan edukasi dan koordinasi dengan Disdukcapil untuk menjamin tertib hukum.
 
“Hanya melalui sinergi antara pengadilan dan Disdukcapil, kepastian hukum dan kredibilitas dokumen kependudukan dapat terjaga,” tutup laporan tersebut.

							










