Wiwit Kopi di Kampung Adat Segunung: Perayaan Tradisi, Budaya, dan Kopi Nusantara

Tradisi “Wiwit Kopi” kembali digelar di Kampung Adat Segunung, Desa Carangwulung, Kecamatan Wonosalam, Jombang, pada Sabtu (14/6/2025). Tradisi ini menjadi penanda dimulainya musim panen kopi serta wujud syukur masyarakat terhadap berkah alam.

Wiwit, yang dalam bahasa Jawa berarti “memulai”, merupakan upacara adat yang biasa dilakukan masyarakat petani di Jawa Timur dan Jawa Tengah sebelum panen raya. Ketua adat membuka acara dengan doa khusus berbahasa Jawa sebagai harapan agar panen berjalan lancar, hasilnya melimpah, serta masyarakat dijauhkan dari musibah.

Acara yang digelar langsung di kebun kopi ini dimeriahkan dengan berbagai kesenian tradisional seperti jaranan, karawitan, arak-arakan gunungan hasil bumi, serta tumpengan. Masyarakat dan wisatawan berkumpul untuk menyaksikan dan merayakan tradisi turun-temurun tersebut.

Yang menjadi perhatian dalam Wiwit Kopi 2025 adalah kontes sangrai kopi tradisional. Sebanyak 27 peserta dari berbagai daerah ambil bagian, termasuk peserta dari luar Jawa Timur. Panitia dan warga Kampung Adat Segunung mengaku terkejut dengan antusiasme peserta yang datang dari Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, bahkan dari Sorong, Papua Barat Daya.

“Kami tidak menyangka peserta kontes sangrai kopi datang dari berbagai wilayah. Ada yang dari Jakarta, Surabaya, Jogja, dan yang paling jauh dari Sorong, Papua Barat,” ujar salah seorang warga saat acara berlangsung.

Salah satu peserta asal Sorong, Baltasar Klauna Haqq, atau akrab disapa Kak Ball, berhasil meraih juara tiga dalam kontes sangrai kopi tradisional bersama rekannya dari Jakarta. Ia mengaku mengetahui informasi acara ini dari akun Instagram “Akta Bumi”, sebuah yayasan yang mendampingi Kampung Adat Segunung dalam pengembangan sumber daya manusia dan pelestarian budaya.

“Saya tertarik karena acara ini digelar di kampung adat, bukan di kota besar. Ini pertama kalinya saya menyangrai kopi secara manual. Prosesnya detail dan perlu pengaturan api yang stabil. Rasanya berbeda dengan kopi hasil mesin,” ungkap Ball usai menerima penghargaan.

Ketua Adat Kampung Segunung, Supi’i, menjelaskan bahwa tradisi wiwitan awalnya dilakukan saat panen padi. Namun kini, karena masyarakat lebih banyak menanam kopi, tradisi tersebut bertransformasi menjadi Wiwit Kopi.

“Dulu wiwitan dilakukan saat panen padi, sekarang karena masyarakat lebih banyak tanam kopi, maka Wiwit Kopi menjadi agenda tahunan yang tetap dijaga,” ujar Supi’i.

Camat Wonosalam, Haris Aminuddin, turut mengapresiasi acara tahunan ini. Ia menyebut Wiwit Kopi sebagai bagian penting dari pelestarian budaya dan promosi potensi lokal, termasuk UMKM masyarakat adat.

“Tradisi ini sudah berlangsung sejak lama dan menjadi kebanggaan Wonosalam. Tahun ini juga digelar pameran UMKM di pendopo, dan para pengunjung bisa menikmati kopi serta susu gratis,” ungkap Haris yang turut hadir dalam acara tersebut.

Penulis: RONNY BROWNEditor: SNF

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *