Tidore Kepulauan, 21 Juli 2025 – Wali Kota Tidore Kepulauan, Muhammad Sinen, menuai kontroversi setelah secara terbuka memerintahkan seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kota Tidore untuk berunjuk rasa menolak rencana pemindahan Ibu Kota Provinsi Maluku Utara ke Sofifi sebagai Daerah Otonomi Baru (DOB). Tindakan ini memicu kritik keras dari masyarakat sipil, termasuk Forum Rakyat Nusantara (Fornusa), yang menilai sebagai penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran serius terhadap prinsip netralitas ASN.
Ketua Umum Pengurus Pusat Forum Rakyat Nusantara, Rusdi Bicara, menegaskan bahwa instruksi tersebut sangat berbahaya bagi tatanan birokrasi nasional. “ASN itu milik negara, bukan alat politik kepala daerah. Mengarahkan ASN turun ke jalan menolak DOB adalah bentuk intervensi politik dan pelecehan terhadap netralitas birokrasi. Ini pelanggaran terang-terangan yang tidak boleh dibiarkan,” ujar Rusdi.
Tindakan Muhammad Sinen berpotensi melanggar sejumlah aturan hukum, di antaranya:
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN: Pasal 2 mewajibkan ASN menjunjung tinggi asas netralitas, dan Pasal 9 ayat (2) melarang ASN terlibat politik praktis serta aksi yang mengandung konflik kepentingan.
- Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS: Pasal 5 huruf a dan b mewajibkan ASN menjaga kehormatan negara dan menaati kebijakan pemerintah pusat.
- Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri tentang Netralitas ASN: Secara eksplisit melarang mobilisasi ASN untuk kegiatan politik, termasuk aksi protes kebijakan pusat.
Berdasarkan data Badan Kepegawaian Nasional per Juni 2025, jumlah ASN aktif di Kota Tidore Kepulauan mencapai sekitar 3.800 orang, dengan 2.400 di antaranya merupakan ASN Golongan III dan IV, serta 320 orang pejabat eselon. Instruksi agar ribuan ASN ini ikut serta dalam aksi penolakan dinilai sebagai bentuk tekanan struktural yang dapat membentuk budaya politisasi birokrasi.
Forum Rakyat Nusantara mendesak Komisi ASN (KASN), Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan Kementerian Dalam Negeri untuk segera menurunkan tim investigasi ke Tidore Kepulauan. Mereka meminta agar kronologi instruksi Wali Kota diperiksa menyeluruh dan jika terbukti melanggar UU ASN, sanksi administratif hingga pencopotan jabatan harus diberikan.
“Kalau tindakan ini dibiarkan, maka kepala daerah lain bisa seenaknya memanfaatkan ASN untuk kepentingan politik mereka. Ini sangat berbahaya,” tegas Rusdi.
Sofifi telah ditetapkan sebagai lokasi pusat pemerintahan Maluku Utara sejak tahun 2009, namun belum menjadi DOB secara administratif. Pada periode 2020-2024, pemerintah pusat merancang pembentukan DOB Ibu Kota Maluku Utara di Sofifi untuk memperkuat infrastruktur dan tata kelola pemerintahan. Hingga Juli 2025, Kementerian Dalam Negeri mengajukan Sofifi sebagai bagian dari rencana DOB prioritas nasional. Penolakan dari berbagai pihak, termasuk Pemkot Tidore yang diduga mengarahkan ASN untuk ikut aksi, menandai babak baru dalam dinamika kebijakan ini.
Pemindahan ibu kota adalah kebijakan strategis nasional yang seharusnya tidak dipolitisasi di tingkat lokal. Jika ASN dipaksa berpihak dalam konflik elite daerah, dikhawatirkan tatanan birokrasi netral yang menjadi fondasi negara akan runtuh. Netralitas ASN adalah garis batas yang tidak boleh dilanggar, dan kepala daerah yang memaksa ASN berpihak dinilai telah merusak etika kekuasaan.












