TANGERANG – Sengketa bisnis terkait penjualan saham di sebuah perusahaan kontraktor pertambangan batu bara berujung di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang. Direktur PT Sinergi Bara Bravo (SBB), berinisial AAF, menggugat balik mitra bisnisnya atas dugaan perbuatan melawan hukum dan menuntut ganti rugi imateriil sebesar Rp2 miliar.
Gugatan perdata dengan nomor perkara 1236/Pdt.G/2025/PN Tng ini didaftarkan pada 22 September 2025 melalui Kantor Hukum ADV. ASRUL PADUPPAI & Partners.
Langkah hukum ini diambil oleh PT SBB sebagai respons atas laporan polisi yang sebelumnya diajukan oleh pihak PT Berkarya Sejahtera Bersama (BSB) terhadap Direktur AAF atas dugaan penipuan dan penggelapan.
Dalam gugatannya, PT SBB menuduh YP (Komisaris) dan AL (Direktur Utama) PT BSB, serta turut tergugat PT Satria Mahkota Gotek (SMG), telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Sengketa ini bermula dari Perjanjian Pengikatan Jual Beli Saham (PPJS) pada 30 November 2024, di mana AAF setuju menjual 2.000 lembar saham di PT SBB senilai Rp2 miliar.
Tim kuasa hukum PT SBB mengklaim bahwa dana pembelian saham itu ditransfer ke rekening PT SBB yang saat itu berada di bawah kendali penuh para tergugat, dan digunakan untuk kepentingan operasional perusahaan.
“Klien kami telah beritikad baik, bahkan dana hasil penjualan sahamnya pun digunakan untuk menjaga agar operasional perusahaan tetap berjalan. Namun, itikad baik ini dibalas dengan pembatalan sepihak dan upaya kriminalisasi melalui laporan polisi,” ujar Asrul Paduppai, S.H., pimpinan tim kuasa hukum.
Bayu Mega Malela, S.H.I., menambahkan, “Klien kami sebagai penjual saham tidak pernah menerima uang tersebut ke rekening pribadinya. Jadi, bagaimana mungkin ada penggelapan jika dana tersebut sejak awal berada dalam penguasaan mereka?”
Kuasa hukum PT SBB juga menyoroti pelanggaran terhadap klausul penyelesaian sengketa dalam perjanjian. Fardy Iskandar, S.H., M.H., menegaskan bahwa PPJS secara tegas mengatur penyelesaian sengketa melalui BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia).
“Laporan polisi yang dibuat para tergugat jelas melanggar kesepakatan yang telah mereka tanda tangani sendiri. Seharusnya mereka tunduk pada mekanisme yang disepakati, bukan malah membuat laporan pidana,” tegas Fardy.
Akibat pembatalan sepihak dan laporan polisi, PT SBB menuntut ganti rugi imateriil Rp2 miliar karena reputasi bisnis dan proyek klien mereka terganggu. Sidang perdana kasus ini dijadwalkan berlangsung di PN Tangerang pada Selasa, 14 Oktober 2025.












