JAKARTA — Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian mengimbau seluruh pemerintah daerah (Pemda) untuk segera mengendalikan harga komoditas pangan. Imbauan ini menyusul data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan cabai merah dan daging ayam ras menjadi penyumbang utama inflasi bulanan (month-to-month / M-to-M) September 2025.
Mendagri menyampaikan hal tersebut saat membuka Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah di Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP), Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Senin (13/10/2025).
Menurut data yang disampaikan, inflasi nasional September 2025 naik menjadi 2,65 persen secara tahunan (year-on-year) dan 0,21 persen secara bulanan.
“Penyumbang utama inflasi, untuk makanan, minuman, tembakau, artinya pangan terutama itu adalah cabai menempati posisi tertinggi, sama dengan daging ayam ras, yaitu 0,13 persen,” terang Mendagri.
Kenaikan harga cabai disebabkan oleh belum optimalnya distribusi hasil panen di beberapa daerah, sementara kenaikan harga daging ayam ras didorong oleh kebijakan penyesuaian harga dari Kementerian Pertanian untuk melindungi peternak dari kenaikan ongkos produksi.
Perlu Keseimbangan antara Produsen dan Konsumen
Meskipun terjadi kenaikan, Mendagri menilai angka inflasi tersebut masih dalam kategori baik karena menunjukkan keseimbangan antara kepentingan produsen dan konsumen.
Ia menekankan agar daerah yang masih mengalami kenaikan harga pangan perlu segera melakukan pengendalian. Kenaikan harga cabai, misalnya, dapat diatasi dengan meningkatkan produksi dan memperbaiki distribusinya.
“Daging ayam ras boleh naik untuk lindungi peternak, tapi jangan sampai terjadi kenaikan yang tidak terkendalikan,” jelasnya.
Mendagri Soroti Implementasi Program Tiga Juta Rumah
Selain inflasi, Mendagri juga menyoroti lambatnya dukungan Pemda terhadap Program Tiga Juta Rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Sebanyak 509 daerah telah menerbitkan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) yang mengatur pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) bagi MBR. Namun, Mendagri menyoroti rendahnya sosialisasi dan implementasi di lapangan.
Mendagri menekankan bahwa program ini memiliki nilai strategis sebagai penggerak ekonomi daerah dan diperkirakan berdampak pada dua persen pertumbuhan ekonomi karena menggerakkan sektor perumahan, toko material, hingga lapangan kerja buruh bangunan.
Ia meminta kepala daerah tidak perlu khawatir terhadap potensi penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD) akibat pembebasan retribusi tersebut.
“Manfaat jangka panjangnya justru akan meningkatkan PAD melalui Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),” tegasnya, mengimbau seluruh kepala daerah agar mendukung penuh kebijakan strategis ini.
Rapat koordinasi ini dihadiri langsung oleh Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Agung Suganda, dan Dirjen Perumahan Perdesaan Kemen-PKP Imran, serta dihadiri secara virtual oleh jajaran Pemda dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) seluruh Indonesia.












