Mendagri Desak Kepala Daerah Bertindak Cepat Tangani IPH Tinggi, Soroti Praktik Oplosan Beras

Jakarta, 22 Juli 2025 – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian mendesak pemerintah daerah (Pemda) untuk segera mengambil tindakan konkret guna menurunkan Indeks Perkembangan Harga (IPH) di wilayah masing-masing, terutama bagi daerah dengan angka inflasi tinggi. Ia menegaskan bahwa IPH yang terus menanjak merupakan peringatan dini agar daerah tidak terlambat dalam melakukan mitigasi.

“Ini tolong, data ini betul-betul dipakai dan jadi warning untuk daerah-daerah yang di atas 3 [persen inflasinya], tolong segera untuk melakukan rapat, jangan diam,” kata Mendagri saat memimpin Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah secara hybrid dari Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP), Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Selasa (22/7/2025). Ia menambahkan bahwa kepala daerah minimal harus segera memimpin rapat dengan dinas-dinas terkait, Badan Pusat Statistik (BPS), dan asosiasi pedagang di daerahnya.

Berdasarkan data yang dimilikinya, Mendagri mengungkapkan adanya peningkatan daerah yang mengalami kenaikan harga komoditas utama pada minggu ketiga Juli 2025 dibandingkan minggu kedua. Kenaikan harga bawang merah, misalnya, meluas dari 260 menjadi 277 daerah. Komoditas cabai rawit bertambah dari 250 menjadi 258 daerah. Sementara itu, beras mencatat lonjakan paling signifikan, dari 178 menjadi 205 daerah yang mengalami kenaikan harga. Kondisi ini menjadi perhatian serius karena ketiga komoditas tersebut berkontribusi besar terhadap laju inflasi.

Mendagri mengingatkan bahwa Presiden Prabowo Subianto memberikan perhatian khusus terhadap inflasi daerah, bahkan menanyakan langsung situasi inflasi terkini, komoditas penyumbangnya, serta wilayah terdampak hingga dua kali dalam sebulan, khususnya terkait beras.

Menurut Mendagri, fokus utama pengendalian inflasi harus diarahkan pada kebutuhan pokok rakyat, dengan beras sebagai prioritas nomor satu karena menyangkut konsumsi harian masyarakat.

“Harga beras ini menjadi atensi nomor satu Bapak Presiden, karena ini memang komoditas yang perlu diamankan. Di negara ini yang paling penting ada dua, satu adalah komoditas beras karena itu lahirnya Bulog untuk mengatur masalah beras. Yang kedua adalah BBM, Bahan Bakar Minyak terutama, karena kalau dua itu naik dampaknya langsung ke masyarakat bawah,” tegasnya.

Lebih lanjut, Mendagri mengaitkan langkah pengendalian inflasi ini dengan peluncuran 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdeskel) Merah Putih oleh Presiden di Klaten, Jawa Tengah. Dalam acara tersebut, Presiden menyoroti bahwa meskipun produksi beras di Indonesia melimpah, harga justru naik akibat praktik curang pengoplosan.

“Kemarin di Klaten bahwa Bapak-Ibu mungkin nonton, juga bisa buka beritanya, sekarang headline semua pagi ini, yang isinya adalah ya ada bahasanya disebut dengan vampir. Artinya menghisap darah rakyat,” ungkap Mendagri, mengacu pada praktik yang merugikan rakyat di tengah ketersediaan pangan yang melimpah. Praktik ini diperparah oleh ketimpangan distribusi di daerah terpencil seperti Papua Tengah atau beberapa wilayah Sulawesi yang dekat sentra produksi namun tetap menghadapi harga tinggi.

Mendagri menyampaikan pesan Presiden bahwa kemerdekaan negara bukan hanya dari penjajahan, tetapi juga dari aspek ekonomi, terutama pangan. Presiden memberi arahan agar program ekonomi kerakyatan benar-benar menyentuh kebutuhan riil masyarakat dan negara harus hadir memperkuat ekonomi rakyat.

“Negara yang kuat [adalah] negara yang bisa menjamin pangan rakyatnya. Itulah yang disebut dengan tugas utama negara, pangan. Makanya Beliau banyak sekali program mengenai pangan,” tandasnya.

Penulis: JULIARDIEditor: SNF

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *