Jakarta, 16 Juli 2025 – Badan Narkotika Nasional (BNN) mendesak revisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika demi mewujudkan regulasi yang lebih berkeadilan. Hal ini disampaikan oleh Direktur Hukum BNN, Toton Rasyid, dalam Diskusi Forum Legislasi di Gedung Nusantara I Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (15/7).
Menurut Toton, UU yang berlaku saat ini memiliki beberapa celah, termasuk ketidakjelasan definisi pecandu, penyalahguna, dan korban penyalahgunaan narkotika. Ini berdampak pada penanganan yang seringkali disamakan dengan bandar atau pengedar. Selain itu, maraknya peredaran zat psikoaktif baru (NPS) yang belum diatur serta perlunya standardisasi lembaga rehabilitasi narkotika juga menjadi sorotan.
Toton Rasyid menjelaskan, revisi UU Narkotika bertujuan untuk memperkuat fungsi Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN), menguatkan fungsi rehabilitasi, serta memperkuat peran Tim Asesmen Terpadu (TAT). Revisi ini juga akan menambah pengaturan terhadap pelaku penyalahgunaan zat psikoaktif baru dan menggabungkan UU Narkotika dengan UU Psikotropika.
Dalam revisi ini, paradigma penanganan penyalahguna narkoba bergeser ke arah rehabilitatif. Pasal 54 akan menegaskan bahwa pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan sosial. Hakim juga dapat memutuskan rehabilitasi, yang masa perawatannya akan diperhitungkan sebagai masa hukuman. Menariknya, penyalahguna narkoba yang melaporkan diri ke Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) tidak akan dituntut pidana.
Anggota DPR RI, Hinca Panjaitan, dalam diskusi yang sama menyerukan agar bahaya narkotika ditetapkan sebagai bahaya laten bagi bangsa dan negara. Senada, Pengamat Hukum Kasus Narkoba, Dr. Slamet Pribadi, menegaskan perlunya revisi UU 35/2009 mengingat perkembangan sosial masyarakat, tujuan hukum narkotika yang belum tercapai, dan banyaknya celah hukum yang membingungkan.
Pembahasan RUU Narkotika sendiri telah berlangsung melalui serangkaian rapat antar-kementerian sejak Februari 2025, membahas berbagai substansi krusial terkait penanganan narkotika di Indonesia.












