KPA Provinsi Papua Tengah Sosialisasikan HIV/AIDS kepada Mahasiswa dan Dosen STAK Nabire

Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Papua Tengah menggelar kegiatan sosialisasi HIV/AIDS kepada mahasiswa dan dosen di Sekolah Tinggi Agama Kristen (STAK) Nabire, Rabu (16/4/2025) pukul 10.20 WIT. Kegiatan ini berlangsung di kampus STAK yang beralamat di Jalan Poros SP Kalimerah, Wadio, Nabire Barat, Papua Tengah.

KPA juga menyerahkan surat kerja sama resmi kepada pihak kampus sebagai bentuk komitmen bersama dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di lingkungan pendidikan tinggi.

Ketua KPA Provinsi Papua Tengah, Jerison Tebai, S.Ab., dalam wawancaranya menyampaikan bahwa Papua Tengah menjadi salah satu wilayah dengan angka kasus HIV/AIDS yang tinggi di Indonesia.

“Kami diberikan mandat oleh pemerintah pusat untuk bergerak secara aktif dalam menyadarkan masyarakat dan menanggulangi penyebaran HIV/AIDS yang saat ini terjadi secara besar-besaran di Papua Tengah,” ujarnya.

Jerison menjelaskan bahwa saat ini tercatat 20.863 kasus HIV/AIDS di Papua Tengah, namun yang aktif menjalani pengobatan baru sekitar 4.000 orang. Oleh karena itu, kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk kampus, sangat dibutuhkan.

“Kami butuh jaringan kerja sama. Kampus memiliki peran penting, bukan hanya karena memiliki mahasiswa sebagai agen informasi, tetapi juga karena dosen dan institusi pendidikan bisa ikut menghasilkan kajian ilmiah untuk mendukung upaya penyebaran informasi yang akurat hingga ke delapan kabupaten di Papua Tengah,” jelasnya.

KPA Papua Tengah mengusung strategi “STOP” (Suluh, Temukan, Obati, Pertahankan) sebagai pendekatan menyeluruh dalam menangani kasus HIV/AIDS. Mereka juga mengajak gereja, pemerintah, dan masyarakat untuk tidak mendiskriminasi Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) maupun Orang dengan Infeksi HIV (ODIF).

“Kami berharap pada 2030 tidak ada lagi kasus baru. Penyadaran soal setia pada pasangan dan tidak melakukan seks bebas sangat penting, karena di Papua, penularan terbesar masih melalui hubungan seksual,” kata Jerison.

Ia juga menegaskan bahwa pendekatan iman dan kesehatan harus berjalan seimbang.

“Gereja harus hadir sebagai pelindung, bukan penghakim. HIV bukan kutukan. Dengan pengobatan yang tepat, ODHA bisa hidup sehat dan tetap produktif. Otonomi Khusus Papua Tengah adalah untuk semua orang, tidak boleh ada diskriminasi,” pungkasnya.

Penulis: ANISON PIGOMEEditor: SNF

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *