Cinta yang Tersimpan: Ketika Dua Pelabuhan Jauh Berbeda dari Janji Pernikahan

🌹 Pertemuan Kedua di Gerbang Nostalgia SMK ’98

Semua berawal dari gemerisik notifikasi di aplikasi hijau, sebuah grup WhatsApp yang bersemangat menghidupkan kembali kenangan masa putih-abu: “Alumni SMK 98.” Di antara sapaan basa-basi dan tawa nostalgia yang membanjiri ruang obrolan, muncullah dua nama yang dulunya hanya samar: Rian dan Sinta.

Perkenalan kembali itu singkat namun berkesan. Jarak dan waktu seolah menciut, digantikan oleh gelombang pesan yang intens. Dalam hitungan minggu, kesepakatan emosional itu terukir indah, tak perlu kata-kata formal: saling cinta, saling sayang, dan janji untuk memulai babak baru.

Pertemuan perdana terjadi di teras rumah Sinta, jauh dari hiruk pikuk media sosial. Suasana gugup bercampur rindu menjadi saksi bisu, menegaskan apa yang telah mereka rasakan di dunia maya. Di bawah tatapan mata yang jujur, mereka memastikan: Cinta ini nyata, dan harus dilanjutkan ke tahap serius.

🌈 Asmara yang Bersemi dan Janji di Ujung Pelangi

Hari-hari berikutnya adalah kanvas penuh warna. Kisah asmara mereka bersemi layaknya bunga yang mekar di musim semi, indah dan mempesona. Diskusi mereka tak lagi sekadar tentang hari ini, namun jauh melampaui itu. Mereka merajut mimpi tentang rumah tangga, tawa anak-anak mereka kelak, hingga detail kecil tentang bagaimana menyatukan dua keluarga menjadi satu. Setiap kata adalah janji, setiap pandangan adalah ikrar, seolah takdir telah menuliskan nama mereka di lembar yang sama.

Namun, cinta sejati tak pernah mulus. Badai cemburu dan salah paham sesekali menerpa. Mereka saling marah, saling tuduh, dan mencari pembenaran dari selisih yang tak berarti. Tapi justru percekcokan itu yang menjadi ujian; bahwa di balik amarah, ada kerinduan mendalam untuk kembali saling menggenggam.

🚌 Ujian Sejati di Perjalanan Bus Malam PO S.J.

Sebuah takdir mengatur skenario yang mempererat ikatan mereka hingga ke titik nadir.

Kala itu, Rian sedang berada di Jawa Timur menjenguk putranya, sementara Sinta berada di Yogyakarta, mendampingi wisuda pascasarjana keponakannya. Di tengah kebahagiaan itu, kabar duka datang: putra Sinta jatuh sakit parah di Lampung.

Dalam kebingungan dan ketakutan, sang kakak mengarahkan, “Minta tolong Rian untuk mengantarmu pulang, dia lebih dekat.”

Dan di sanalah, di malam yang gelap, kisah romantis mereka mencapai puncaknya. Mereka sepakat kembali ke Lampung, menaiki bus umum PO S.J. bersama. Sepanjang perjalanan, kesedihan karena anak yang sakit bercampur dengan kehangatan karena kebersamaan yang intens. Di tengah bising mesin bus, mereka berbagi cerita, menyandarkan kepala, dan meneguhkan bahwa cinta ini adalah pelabuhan yang nyata. Perjalanan darat Jogja – Lampung itu adalah puisi yang mereka tulis berdua; penuh kasih sayang yang tak terucapkan, membuat benih cinta itu semakin menghujam dalam.

💔 Putus, Tunangan Rahasia, dan Kesempatan Kedua yang Rapuh

Sayangnya, takdir seringkali mempermainkan hati manusia. Hubungan mereka memasuki fase “putus-nyambung” yang menguras energi. Hingga pada suatu titik, keheningan menyelimuti. Dua bulan penuh putus kontak, tanpa jejak di media sosial.

Saat keheningan itu terjadi, Rian mengambil langkah drastis: ia bertunangan secara diam-diam dengan seorang janda dari Jawa Tengah.

Namun, ikatan batin tak bisa dibohongi. Tiba-tiba, semua akses komunikasi kembali terbuka. Rian, di tengah kegamangan hatinya, memutuskan pergi meninggalkan tunangannya dan kembali pada Sinta. Keduanya sepakat, “Kita perbaiki, ini adalah kesempatan kedua.”

Sayang seribu sayang, kesempatan itu hanya bertahan tiga bulan. Hubungan mereka kembali retak, hingga akhirnya putus tanpa bisa diperbaiki lagi.

🚪 Keputusan Berat dan Pelabuhan yang Berbeda

Rian kembali ke kampung halamannya di Lampung. Di sana, ia kembali mencoba memperbaiki segalanya, berusaha meyakinkan Sinta bahwa cinta mereka pantas diperjuangkan.

Namun, kali ini, Sinta telah membulatkan tekad. Dengan hati yang berat namun mantap, ia berkata, “Fokusku sekarang adalah anak-anak. Aku harus mengutamakan mereka. Prioritas telah berubah.”

Jawaban itu adalah garis akhir. Secara tidak langsung, hubungan mereka benar-benar berakhir.

Dua bulan setelah perpisahan definitif itu, kabar mengejutkan datang. Rian menikah siri dengan wanita lain. Ia telah menemukan pelabuhan resminya, meski dengan orang yang berbeda.

✨ Akhir yang Membekas, Sayang yang Abadi

Kisah Rian dan Sinta berakhir di pelabuhan yang jauh berbeda dari yang mereka impikan. Mereka tidak menikah. Janji-janji indah tentang rumah tangga dan menyatukan anak-anak hanya menjadi wacana yang tersimpan manis dalam ingatan.

Menariknya, bahkan setelah Rian menikah siri, takdir kembali mempertemukan mereka dalam komunikasi. Dan di sana, di balik sapaan dan tanya kabar, sebuah rasa tetap melekat. Rasa sayang yang pernah berlayar jauh, berbagi sedih dan bahagia dalam satu bus, tetap ada dan abadi.

Kisah Rian dan Sinta mengajarkan kita, bahwa cinta yang sempurna tidak selalu berakhir di pelaminan. Ada cinta yang ditakdirkan untuk menjadi kenangan paling indah, pelajaran paling berharga, dan rasa sayang yang abadi. Mereka tak menjadi suami istri, namun mereka adalah dua jiwa yang pernah saling memiliki mimpi, membuktikan bahwa cinta sejati bisa tetap tersimpan, meski pelabuhan yang dituju ternyata berbeda.

Penulis: PRAWITOEditor: SNF

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *