Menjelang Hari Raya Idulfitri, permintaan uang baru selalu melonjak tajam. Fenomena ini telah menjadi tradisi bagi masyarakat Indonesia yang ingin membagikan “angpao” atau THR kepada sanak saudara, terutama anak-anak. Namun, sejak kapan kebiasaan ini mulai populer?
Sejarah menunjukkan bahwa praktik membagikan uang sebagai hadiah di momen Lebaran telah berlangsung sejak lama. Namun, permintaan khusus terhadap uang kertas baru mulai meningkat signifikan pada era 1980-an hingga 1990-an, seiring dengan kemajuan ekonomi dan peningkatan daya beli masyarakat. Pada masa itu, Bank Indonesia dan perbankan mulai secara rutin menyediakan penukaran uang baru menjelang Lebaran. Menurut pengamat ekonomi, kebiasaan ini berkaitan dengan aspek psikologis dan simbolis.
Setiap tahun, Bank Indonesia bahkan menyediakan layanan penukaran uang baru di berbagai lokasi strategis, termasuk bank-bank mitra dan titik-titik layanan di tempat umum seperti rest area dan pusat perbelanjaan. Pada tahun ini, Bank Indonesia telah menyiapkan uang tunai dalam jumlah triliunan rupiah guna memenuhi kebutuhan masyarakat.
Namun, meningkatnya permintaan juga menimbulkan praktik percaloan penukaran uang baru dengan tarif tertentu. BI terus mengimbau masyarakat agar menukar uang hanya di tempat resmi guna menghindari praktik ilegal yang bisa merugikan.
Tradisi ini tampaknya masih akan terus bertahan di masa mendatang. Dengan semakin berkembangnya transaksi digital, masyarakat kini juga mulai beradaptasi dengan pemberian “angpao digital” melalui dompet elektronik. Meski demikian, sensasi menerima uang baru secara fisik di momen Lebaran tetap memiliki daya tarik tersendiri bagi banyak orang.












