MEDAN – Ketua Pengadilan Tinggi (KPT) Medan, Siswandriyono, menyatakan bahwa keterangan amicus curiae (sahabat pengadilan) dapat mempertajam rasa keadilan hakim dalam memutus perkara. Pernyataan ini disampaikan dalam kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) administrasi perkara berbasis Sistem Informasi Perkara (SIP) bagi Pengadilan Negeri (PN) se-wilayah hukum PT Medan yang digelar pada 6-7 Oktober 2025.
Selain membahas implementasi Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2024 tentang pedoman mengadili perkara pidana berdasarkan keadilan restoratif, KPT Siswandriyono juga fokus pada pembahasan mengenai amicus curiae.
Siswandriyono menjelaskan, amicus curiae adalah pihak ketiga (individu atau organisasi profesional) yang bukan merupakan pihak berperkara, tetapi memiliki kepentingan atau kepedulian atas suatu perkara. Pihak ini memberikan masukan atau keterangan—baik lisan maupun tertulis—untuk membantu peradilan.
Meskipun peradilan umum di Indonesia belum memiliki dasar hukum spesifik terkait amicus curiae, Siswandriyono menyebut hakim dapat menggunakannya sebagai landasan untuk menggali rasa keadilan, sesuai dengan Pasal 5 UU Kekuasaan Kehakiman.
“Meskipun tidak memiliki kedudukan yang jelas seperti saksi atau alat bukti dalam KUHAP, amicus curiae tetap dapat dipertimbangkan oleh hakim dalam membentuk keyakinannya saat memutus suatu perkara,” terang Siswandriyono.
Siswandriyono mencontohkan kasus korupsi Tom Lembong sebagai bukti di mana keterangan amicus curiae dipertimbangkan oleh Majelis Hakim.
Dalam perkara tersebut, Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Perpajakan (LKPHP) mengajukan dua amicus curiae, yakni tokoh dan konsultan pajak Prof Suhandi Cahya dan David Lesmana. Keduanya memberikan pandangan mengenai isu perpajakan dan kesalahan penghitungan kerugian negara dalam perkara tersebut.
Majelis Hakim lantas mempertimbangkan keterangan dua sahabat pengadilan tersebut dalam putusannya. Dokumen tertulis yang diajukan oleh amicus curiae ini dikenal sebagai Amicus Brief.